Sejarah Kerajaan Demak

KERAJAAN DEMAK

 A. Cikal Bakal Kerajaan Demak
Islam untuk pertama kali masuk ke Jawa pada abad ke-14, (tahun 1399 M) yang dibawa oleh Maulana Malik Iibrahim dengan keponakannya bernama Mahdum Ishaq yang menetap di Gresik. Beliau adalah orang arab dan pernah tinggal di Gujarat. Pada masa itu yang berkuasa di Jawa adalah Kerajaan Majapahit. Salah seorang raja Majapahit yang bernama Sri Kertabhumi mempunyai istri yang beragama Islam bernama Putri Cempa. Kejadian tersebut sangat berfaedah bagi dakwah Islam. Ternyata Putri Cempa melahirkan seorang putra yang kemudian diberi nama Raden Fatah dan menjadi raja Islam yang pertama di Jawa (Demak). Munculnya Kerajaan Islam pertama itu bukan karena agresi agama Islam terhadap agama Hindu yang dipeluk oleh Kerajaan Majapahit, tetapi lebih disebabkakn karena kelemahan dan kehancuran Majapahit setelah wafatnya Gajah Mada dan raja Hayam Wuruk. Demak mulai dikenal sejak abad ke-15 sebagai kerajaan becorak Islam yang pertama di pulau Jawa. Namun dari beberapa tradisi lisan dan Karya sastra daerah dapat dketahui bahwa daerah itu sudah berperan beberapa puluh tahun sebelumnya. Tradisi itu antara lain mengatakan bahwa Raden Patah, pendiri Kerajaan Demak, pada dasarnya masih mempunyai hubungan keluarga dengan penguasa japahit. Letak Demak yang tidak terlalu jauh dari pantai menyebabkan kota ini banyak dikunjungi oleh para pedagang (dan penyiar agama Islam), mungkin sudah sejak abad ke-14. Namun sampai sekarang pengetahuan kita mengenai kota ini hanya sebatas pada kedudukannya sebagai pusat politik kerajaan Islam pertama di Jawa. Mengenai apa dan bagaimana sosok kota itu sendiri, sedemikian jauh belum banyak diungkapakan.

 B. Letak Kerajaan
Secara geografis Kerajaan Demak terletak di daerah Jawa Tengah, tetapi pada awal kemunculannya Kerajaan Demak mendapat bantuan dari bupati daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur yang telah menganut agama Islam. Pada masa sebelumnya Kerajaan Demak bernama Bintaro yang merupakan daerah Vasal atau bawahan Kerajaan Majapahit. De Graaf dan Pigeud (1989) dalam uraiannya menjelaskan bahwa Demak pada zaman dahulu terletak di pantai selat yang memisahkan pegunungan Muria dari Jawa. Selat yang cukup lebar dan dapat dilayari kapal-kapal dagang inilah yang memungkinkan Demak akhirnya menjadi satu pelabuhan yang terkenal

 C. Lapisan-lapisan Sosial
Berdasarkan sumber-sumber sejarah yang tersedia, lapisan-lapisan sosial yang terdapat di Demak dapat dikelompokkan kedalam 3 tingkatan, yaitu lapisan atas, lapisan tengah, dan lapisan bawah. 1. Lapisan atas Kelompok masyarakat yang paling terpandang karena status atau tingkat kehidupan ekonominya yang tinggi adalah (1). Raja dan keluarganya, (2). Pejabat tinggi kerajaan dan (3). Para ulama besar/syekh. Raja adalah tokoh puncak dalam piramida penduduk dan merupkan tokoh yang menjadi panutan utama baik didalam kalangannya sendiri maupun bagi golongan-golongan masyarakat yang berada diluarnya. Satu hal penting yang menjadikan raja sebagai tokoh panutan yang diterima adalah karena raja yang menjadi pendiri suatu dinasti, merupakan penerus dari dinasti sebelumnya. Dalam hal ini raja pertama Demak, terdapat cerita tradisi yang menghubungkan penguasany sebagai keturunan dari raja-raja Majapahit. Disamping raja adalah para istri, anak-anak dan kerabat-kerabat lain yang mempunyai pertalian darah maupun melalui hubungan perkawinan. Mereka adalah golongan bangsawan yang memperoleh kedudukan yang penting karena telah digariskan (ascribed status), bukan karena edudukan yang telah diperjuangkan (achievement status). Masih dalam lapisan penguasa, adalah para pejabat tinggi kerajaan khususnya para patih. Menurut catatan musafir Pires dapat disimpulkan bahwa raja-raja yang berkuasa di Demak pada mulanya adalah seorang penguasa yang memiliki gelar Patih (pate). Disamping pejabat karajaan yang mengurusi soal-soal yang bersifat keduniawian, juga terdapat pejabat kerajaan ang terutama bekerja untuk masalah-masalah umum keagamaan dan hukum Islam, mereka adalah para ulama dan imam besar kerajaan. Dalam kisah-kisah tradisi disebutkan bahwa kerajaan Demak dikenal memiliki 5 imam, yaitu (1). Pangeran (Sunan) Bonang; (2). Makdum Sampang; (3). Kiai Gedeng Pambayun ing Langgar; (4). Penghulu Rahmatullah dari Undung; dan (5). Pangeran Kudus atau Pandita Rabani. Imam-imam tersebut sangat tunduk kepada raja yang menjadi pelindung mereka, akan tetapi dapat terjadi mereka marasa bebas bila pengaruh kekuasaan duniawinya semakin besar sehingga dimungkinkan bagi mereka untuk mempunyai hubungan dengan pemimpin-pemimpin rohani yang lain. Bahkan pada masa Mataram, posisi para iamam besra tersebut bisa sangat besar pengaruhnya terhadap kekuasaan raja dan kerabatnya sebagaimana halnya para Brahmana terhadap raja-raja Hindu. Hal menarik dalam kaitannya dengan para elit kerajaan Demak adalah bahwa mereka atau nenek moyang mereka berasal dari negeri asing. Raja-raja Demak dapat diyakini sebagai keturunan Cina sedangkan tokoh-tokoh ulama besar berasal dari negeri “di Atas Angin”, yaitu dari Barat. Ini dapat ditafsirkan ai negeri-negeri Melayu,India atau Arab. 2. Lapisan tengah Termasuk ke dalam kelompok ini adalah (1). Para imam dan santri; (2). Para prajurit atau tentara; (3). Para pedagang menengah; (4). Para penjaga masjid dan makam suci; dan (5). Para penulis kronik. Para imam ini pada awalnya mempunyai kekuasaan denga jalan memimpin shalat wajib 5 waktu. Meskipun demikin kekuasaan mereka sesungguhnya tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat rohani, tetapi meluas sampai hal-hal yang bersifat duniawi. Perlu ditekankan bahwa di dalam Islam pada asasnya tidak menenkankan perbedaan antara hal-hal yang bersifat rohani dengan hal-hal yang bersifat duniawi. Para imam masjid ini selalu disebut “penghulu” yang dalam bahasa Melayu berarti “kepala” pada umumnya tanpa ati khusus di bidang keagamaan. Pada lapisan ini juga terdapat pedagang menengah, mungkin sekali pedagang-pedagang Cina dan bangsa-bangsa asing lainnya, terutama dari Asia Barat. Dalam cerita tradisi tidak banyak diceritakan secara khusus mengenai golongan ini, tetapi catatan-catatan musafir asing hampir selalu menceritakan posisi penting golongan Cina dan Asia Barat ini, sebagai kelompok pedagang yang berhasil dikota-kota pelabuhan di pesisir utara Jawa. Penjaga masjid dan makam orang-orang suci, mungkin sekali merupakan pekerjaan yang hanya dimugkinan dengan seizin pejabat kerajaan atau bahkan diatur sendiri oleh raja. Makam dan masjid memiliki arti yang sangat penting bagi kerajaan Islam sebagai kekuatan yang besar. Menjaga masjid mungkin dapat diartikan dengan menjaga pilar negara sedangkan menjaga makam orang-orang suci mungkin berarti melindungi dan melestarikan legitimasi. 3. Lapisan bawah Termasuk ke dalam lapisan ini adalah (1). Para petani dan nelayan; (2). Para tukang dan pengrajin; (3). Para pedagangkecil; dan (5). Para seniman. Sesungguhnya sumber cerita-cerita tradisimaupun catatan-catatan berita asing sangat sedikit menuliskan kelompok masyarakat kelas bawah ini. Namun berdasaran keterangn tidak langsung dari cerita-cerita tradisi yang ada dapat diduga bahwa mereka dapat dikelompokkan berdasarkan profesinya di masa lalu. Jumlah terbesar dari kelompok ini adalah petani dan nelayan. Para tukang dan pengrajin adalah kelompok masyarakat yang melayani kebutuhan-kebutuhan khusus dari kelompok masyarakat lain, baik yang menyangkut kebutuhan peralatan rumah tangga seperti gerabah dan alat-alat masak dan perlengkapan yang menyertainya; alat-alat pertanian seperti pacul, bajak; parang dan alat-alat tajam sejenisnya; alat transportasi air seperti perahu denga berbagai jenis dan ukuran, serta alat-alat penangkapan ikan. Tukang-tukang kayu dan bangunan pada umumnya termasuk ke dalam kelompok ini. Para pedagang kecil adalah mereka yang melakukan usaha komersial bukan dilakukan dengan organisasi yang baik dengan orientasi komersial yang jelas, tetapi merupakan usaha pribadi atau keluarga yang dilakukan dengan skala kecil. Kelompok ini biasanya merupakan pedagang ecer yang menjual sebagian barang milk tuannya, atau menjual barang kelontong dalam partai-partai kecil dalam bentuk warung kecil. Masih termasuk golongan bawah adalah para seniman. Kelompok ini pasti merupakan bagian dari masyarakat yang cukup berperan. Cerita-cerita tradisi memberikan keterangan adanya beberapa macam kesenian yang dikenal oleh orang Jawa pada masa Demak dan sesudahnya, yaitu wayang orang, wayang topeng, gamelan, mocopatan. Semuanya ini tentu ada kelompok khusus yang melestarikan dan mengembangkannya, mereka adalah kelas seniman.

 D. Politik dan Agama
Elit politik dan elit agam menduduki tempat yang khusus dalam pemerintahan karajaan Demak. Penyebutan gelar “Sultan” bagi raja-raja Demak sebagaimana diceritakan oleh babad-babad tradisi, memberi petunjuk bahwa raja, selain sebagai pimpinan politik, juga sebagai pimpinan agama. Perluasan politik kerajaan Demak ke Jawa Barat, Tengah dan Timur selalu dibarengi dengan dakwah agama. Bahkan mungkin raja-raja Demak menganggap masjid Demak merupakan lambang kerajaan Islam mereka. Tidak mengherankan bahwa setelah beberapa abad kemudian masjid menjadi amat penting dikalangan orang-orsng Jawa. Sebelum memasuki abad ke-16, Demak erupakan bagian dari kekuasaan Majapahit yang beragama Hindu, tetapi wilayah kerajaan ini mulai kehilangan kontrolnya terhadap wilayah Demak, agama Islam yang nampaknyasudah berkembang jauh sebelum masa itu, mulai mendominasi kehdupan masyarakat Demak. Sumber tertulis yang dapat dipercaya mengenai awal mula dan berkembangnya Islam di Demak tidak mudah untuk diperoleh, namun kesusastraan Jawa abad ke-17 dan 18 banyak menceritakan kehidupan para wali, yaitu orang-orang saleh yang dianggap menyabarkan Islam di Jawa. Cerita-cerita itu biasanya menyebut jumlah para wali ada 9 orang ( De Graaf 1989:29-30).rganisasi Dengan dibentuknya Walisanga ini, dakwah di Jawa semakin memperoleh bentuknya yan lwbih mantab. Raden Fatah menjadi Raja adalah berdasarkan keputusn para Wali. Pada tahun 1476 Raden Fatah mendirikan sebuah pondok Pesantren Gelagah Arum yang menjadi kota Bintoro serta mendirikan organisasi dakwah bernama Bayangkari Islam. Diantara kitab agama dari peninggalan zaman itu ialah usul 6 Bis (Bismillah) Perimbon, Suluk Sunan Bonang, Suluk Sunan Kalijaga dan Wasito Jati Sunan Geseng. Sebaliknya kerajaan Demak memberikan bantuan yang besar kepada dakwah Islam yang dilakukan oleh para wali. I. Raja-raja Demak 1) Raden Patah Menurut cerrita rakyat Jawa Timur, Raden Patah merupakan keturunan raja terakhir dari karajaan Majapahit, yaitu raja Brawijaya V. Setelah dewasa, Raden Patah diangkat menjadi bupati di Bintaro (Demak) dengan gelar Sultan Alam Akbar Al-Fatah. Raden Patah memerintah Demak dari tahun 1500-1518 M. Di bawah pemerintahannya kerajaan Demak berkembang dengan pesat karena memiliki daerah pertanian yang luas sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras. Oleh karena itu Kerajaan Demak menjadi agraris-maritim. Barang dagangan yang diekspor Kerajaan Demak antara lain beras, lilin dan madu. Barang-barang itu diekspor ke Malaka, Maluku dan Samudra Pasai. Pada masa pemerintahan Raden Patah, wilayah kekuasaan Kerajaan demak meliputi Jepara, Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi dan beberapa daerah di Kalimantan. Disamping itu Kerajaan Demak juga memiliki pelabuhan-pelabuhan penting seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan dan Gresik yang berkambang menjadi pelabuhan transito. Kerajaan Demak berkembang sebagai pusat perdagangan dan sebagai pusat penyebaran agama Islam. Jasa para wali dalam penyebaran agama Islam sangat besar, baik di pulau Jawa maupun di luar pulau Jawa, seperti penyebaran agama Islam di Maluku dilakukan oleh Sunan Giri, di daerah Kalimantan Timur dilakukan oleh seorang penghulu dari Kerajaan Demak yang bernama Tunggang Parangan. Pada pemerintahan Raden Patah, dibangun masjid Demak yang proses pembangunannya dibantu oleh para Walisanga. Akan tetapi ketika Kerajaan Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511 M, hubungan Demak dan Malaka terputus. Kerajaan Demak merasa dirugikan oleh Portugis dalam aktivitas perdagangan. Oleh karena itu, pada tahun 1513 M Raden Patah memerintahkan Adipati Unus memimpin pasukan Demak untuk menyerang Portugis di Malaka. Serangan itu belum berhasil, karena pasukan Portugis jauh lebih kuat dan persenjataannya lengkap. Atas usahanya itu Adipati Unus mendapat julukan Pangeran Sabrang Lor. 2) Adipati Unus Setelah Raden Patah wafat, tahta Kerajaan Demak dipegang oleh Adipati Unus. Ia memerintah demak dari tahun 1518-1521 M. Masa pemerintahan Adipati Unus tidak begitu lama karena ia meninggal dalam usia yang masih sangat muda dan tidak meninggalkan seorang putra mahkota. Walaupun usia pemerintahannya tidak begitu lama, namun namanya cukup dikenal sebagai pangliam perang yang memmpin pasukan Demak menyerang Portugis di Malaka. Setelah Adipati Unus meninggal, tahta Kerajaan Demak dipegang oleh saudaranya yang bergelar Sultan Trenggana. 3) Sultan Trenggana Sultan Trenggana memerintah Demak dari tahun 1521-1546 M. Di bawah pemerintahannya Kerajaan Demak mencapai kejayaannya. Sultan Trenggana berusaha memperluas daerah kekuasaannya hingga ke daerah Jawa Barat. Pada tahun 1522 M, Kerajaan Demak mengirim pasukannya ke Jawa Barat di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan). Daerah-daerah yang berhasil dikuasainya antara lain Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Penguasaan pada daerah ini bertujuan untuk menggagalkan hubungan antara Portugis dan Kerajaan Pajajaran. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh armada Demak yang dipimpin Fatahillah. Dengan kemenangan tersebut Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta (berarti kemenangan penuh). Peristiwa yang terjadi pada tanggal 22 Juni 1527 M itu kemudian diperingati sebagai hari jadi kota Jakarta. Dalam usaha usaha memperluas kekuasaannya ke Jawa Timur Sultan Trenggana memimpin sendiri pasukannya. Satu persatu daerah Jawa Timur berhasil dikuasai seperti Madiun, Gresik, Tuban, dan Malang. Tetapi ketika menyerang Pasuruan Sultan Trenggana gugur .
II. Walisanga
Kata wali berasal dari bahasa arab kekasih atau penguasa, dalam Al Quran, banyak terdapat kata wali yang berarti kekasih. Misalnya : surah Yunus ayat 62-63, Al Baqarah ayat 257, Ali Imran ayat 68, Al-Jatsiyah ayat 19, As sajadah ayat 94 dan lain sebaainya. Ayat-ayat tersebut menggambarkan tentang adanya orang-orang yang sangat taat beribadah kepada Allah, sehingga mereka disebut kekasih Allah. Kita dapat membayangkan bagaimana hubungan antara pihak kekasih dengan yang mengasihi. Para Walisanga ditinjau dari kepribadian dan perjuangan dakwahnya termasuk kekasih Allah. Jika ditinjau dari tugas dan fungsinya dalam kerajaan Demak, mereka adalah para penguasa pemerintahan. Oleh karena itu mereka mendapat gelar Susuhunan (Sunan), yaitu sebagai penasihat dan pembantu raja. Dengan demikian, maka sasaran pendidikan dan dakwah Islam meliputi rakyat umum dan kalangan pemerintah. Umumnya orang hanya mengenal nama sembilan wali yang kenamaan saja, yaitu :
1. Maulana Malik Ibrahim
2. Sunan Ampel
3. Sunan Bonang
4. Sunan Giri
5. Sunan Derajat
6. Sunan Kalijaga
7. Sunan Kudus
8. Sunan Muria
9. Sunan Gunung Jati
Padahal selain nama-nama wali tersebut di atas, ada pula nama-nama lain yang sebenarnya termasuk pula ke dalam dewan Walisanga, dan ada pua makamnya yang sampai sekarang masih sering diziarahi orang. Sebab apabila ada seorang wali meninggal dunia, maka tempatnya digantikan oleh muballigh lain, yan kemudian diberi gelar wali pula. 

Aksara Jawa, Cikal-Bakal Sejarah Jawa



Aksara Jawa, merupakan salah satu peninggalan budaya yang tak ternilai harganya. Bentuk aksara dan seni pembuatannya pun menjadi suatu peninggalan yang patut untuk dilestarikan. Tak hanya di Jawa, aksara Jawa ini rupanya juga digunakan di daerah Sunda dan Bali, walau memang ada sedikit perbedaan dalam penulisannya. Namun sebenarnya aksara yang digunakan sama saja.
Di bangku Sekolah Dasar, siswa-siswi di Jogja pasti tak asing dengan pelajaran menulis aksara Jawa. Namun tahukah kita bahwa Aksara Jawa yang berjumlah 20 yang terdiri dari Ha Na Ca Ra Ka Da Ta Sa Wa La Pa Dha Ja Ya Nya Ma Ga Ba Ta Nga dinamakan Aksara Legena?
Ya, Aksara Legena merupakan aksara Jawa pokok yang jumlahnya 20 buah. Sebagai pendamping, setiap suku kata tersebut mempunyai pasangan, yakni kata yang berfungsi untuk mengikuti suku kata mati atau tertutup, dengan suku kata berikutnya, kecuali suku kata yang tertutup oleh wignyancecak dan layar. Tulisan Jawa bersifat Silabik atau merupakan suku kata. Sebagai tambahan, di dalam aksara Jawa juga dikenal huruf kapital yang dinamakan Aksara Murda. Penggunaannya untuk menulis nama gelar, nama diri, nama geografi, dan nama lembaga. 
Aksara Jawa ternyata juga mengalami peralihan. Ada Aksara Jawa Kuno dan Aksara Jawa baru. Namun sulit untuk mengetahui secara pasti kapan masa lahir, masa jaya, dan masa peralihan aksara Jawa kuno dan aksara Jawa baru. "Sangat sulit menemukan kapan lahir ataupun peralihannya. Dikarenakan juga masih sedikit orang yang melakukan penelitian tentang hal ini," jelas Dra. Sri Ratna Sakti Mulya, M. Hum, Dosen Sastra Jawa UGM. Diprediksi Aksara Jawa Kuno ada pada jaman Mataram Kuno. Aksara Jawa Kuno juga mirip dengan Aksara Kawi. "Jika mau diurut-urutkan, sejarah Aksara Jawa ini berasal dari cerita Aji Saka dan Dewata Cengkar," tambahnya.
Dari penulisannya pada jaman dahulu pun, ternyata Aksara Jawa dapat dibedakan menjadi 2, yaitu aksara yang ditulis oleh orang-orang Kraton dan aksara yang ditulis oleh masyarakat biasa - lebih dikenal dengan sebutan Aksara Pesisir. Aksara Kraton mempunyai bentuk yang jauh lebih rapi. Aksara-aksaranya ditulis dengan jelas dan rapi, serta naskah sering dihiasi dengan gambar ornamen-ornamen yang mempunyai arti tersembunyi. "Setiap gambar yang menghiasi halaman naskah, mempunyai arti dan maknanya masing-masing. Kadang juga dihiasi dengan tinta emas asli. Dan ini semuanya adalah tulisan tangan," jelas Bapak Rimawan, Abdi Dalem yang membantu mengelola Perpustakaan Pakualaman. Sedangkan aksara Pesisir, penulisannya kurang rapi.
Sebagai salah satu cara pelestarian, banyak koleksi naskah aksara Jawa sejak jaman dahulu tersimpan rapi di Perpustakaan Pakualaman dan Perpustakaan Kraton. Perpustakaan Pakualaman menyimpan sekitar 251 naskah kuno yang dikumpulkan mulai sejak masa Pakualam I hingga Pakualam VII. 

Bung Karno Menurut Joesoef Ishak



Manusia Indonesia Paripurna

Bung Karno adalah puncak segala-galanya bagi Indonesia, dari persoalan keindonesiaan sampai gambaran budaya dan peradaban manusia Indonesia. Jadi tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa figure Soekarno – meski bukan satu-satunya – adalah tokoh sentral untuk memahami dan mendalami sejarah Indonesia. Bahkan tidaklah keliru bila dikatakan bahwa sejarah hidup Bung Karno adalah patokan untuk mengukur tingkat budaya dan peradaban Indonesia, di mana moralitas dan pertanggungjawaban manusia pertaruhkan. (Joesoef Ishak, Wartawan).

Proklamasi dan Pengkhianatan>> waiman cakrabuana

Image
Proklamasi  1945 yang di proklamasikan oleh Soekarno dan Hata adalah semacam “Deklarasi Kemerdekaan”seperti Declarations of indenfendence-nya Amerika. Tetapi, Proklamasi 1945 ini memiliki cacat yang sulit dimaafkan. Cacat yang mengandung pengkhianatan, terutama terhadap mayoritas anak bangsa yaitu Umat Islam Bangsa Indonesia.
kaum  nasionalis Islami dan kaum nasionalis sekuler telah melakukan sidang yang alot dan melelahkan dalam BPUPKI. Sidang pertama dari tanggal 29 Mei 1945 sampai 22 Juni 1945 yang membahas DASAR NEGARA bagi Indonesia Merdeka, sempat mengalami kebuntuan (deadlock).
Deadlock terjadi karena adanya tarik menarik kepentingan antara kaum Nasionalis sekuler dengan Nasionalis Islami. Antara yang Netral Agama dengan yang Fanatik Agama (baca= Islam). Namun akhirnya dapat diambil jalan tengah kompromi antara dua kutub itu, setelah panitia BPUPKI yang 62 orang tersebut dikerucutkan menjadi panitia kecil sembilan orang. Dan Hasilnya adalah Piagam Jakarta. Piagam jakarta inilah yang harus dijadikan sebagai Kata pembuka (Mukadimah) bagi Undang Undang Dasar (UUD) dan sebagai teks Proklamasi.
Hal ini dapat dilihat dalam kesaksian Achmad Subardjo yang merupakan salah satu dari perumus Piagam Jakarta:
“Suatu kenyataan ialah bahwa teks dari PROKLAMASI telah dirumuskan dalam apa yang dinamakan PIAGAM JAKARTA 22 Juni 1945. Rumusan ini hasil pertimbangan mengenai Kata Pembukaan atau Bab Pengantar dari UUD kita, oleh sembilan anggota komite dimana Soekarno sendiri adalah ketuanya” (Mr. Achmad Subardjo, Lahirnya Republik Indonesia”, hal . 108. PT Kinta Jakarta, 1972) 

Perjalanan Sejarah berikutnya, mencatat Soekarno Memproklamasikan Kemerdekaan Bangsa dengan teks yang disusun oleh Soekarno, Hatta dan Ahmad Subarjo sendiri, sekaligus mengabaikan teks resmi  PIAGAM JAKARTA.
Bung Hatta  (dalam bukunya Sekitar Proklamasi . hal 9) berdalih:
Tidak seorang diantara kami yang mempunyai teks yang resmi yang dibuat pada tanggal 22 Juni 1945, yang sekarang disebut PIAGAM JAKARTA. 
Alasan Bung Hata tersebut tidak bisa diterima, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh KH Firdaus AN:
Mengapa tidak dijemput pulang sebentar kerumah beliau di jalan Diponogoro yang jaraknya cukup dekat, tidak sampai dua menit perjalanan.?
Mengapa mereka kerumah Mayor Jendral Nisjimura, Penguasa Jepang yang sudah menyerah menyempatkan diri untuk bicara cukup lama pada malam itu; tetapi mengapa untuk menjemput teks proklamasi yang resmi yang telah siap tidak mau menjemputnya pulang sebentar ?
Dan sungguh tidak masuk akal bahwa besok pagi mau membacakan Proklamasi, jam 2 malam masih belum ada teksnya. Dan harus dibuat terburu buru dengan pena pakai tulisan tangan yang pakai coret coretan, seolah olah proklamasi yang amat penting bagi sejarah suatu bangsa itu dibuat terburu buru tanpa persiapan  yang matang? 
Ilılllılı
Abdul Qadir Djaelani didalam bukunya menyebut motif kaum nasionalis sekuler membuat teks Proklamasi yang darurat daripada teks resmi yang telah disepakati secara aklamasi dalam sidang BPUPKI:
Mengapa Piagam Jakarta sengaja disingkirkan oleh Soekarno – Hatta, sehingga Piagam Jakarta tidak dijadikan teks proklamasi. Alasannya sangat Fundamental.
Sebab jika Piagam Jakarta dijadikan teks Proklamasi, sebagaimana keputusan pleno BPUPKI tanggal 14 Juli 1945, maka secara historis dan yuridis Negara Republik Indonesia akan terikat dengan PIAGAM JAKARTA (dengan kewajiban menjalankan SYARI’AT ISLAM, pen)” 
Seharusnya Piagam Jakarta menjadi teks proklamasi. Dan Seandainya Piagam Jakarta itu menjadi teks proklamasi,  maka:
1.    Indonesia menjadi negara berdasar Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan SYARI’AT ISLAM bagi pemeluk pemeluknya
2.    Proklamasi kemerdekaan Bangsa ini ditandatangani oleh dua kekuatan besar bangsa Indonesia yaitu kaum nasionalis islami dan nasionalis sekuler
Hanya saja Soekarno lebih mengikuti desakan orang orang sosialis  (para pemuda sosialis), seperti Sjahrir, Aidit, Sukarni dan lain lain, daripada perjanjian luhur dua kekuatan besar bangsa ini, yang dituangkan didalam PIAGAM JAKARTA. Soekarno berani mengingkari PERJANJIAN LUHUR   yang dicapai secara susah payah.
Lagi lagi suatu upaya sistematis yang bermaksud menghilangkan peran umat Islam dalam mencapai kemerdekaan bangsa, yang justru dilakukan langsung oleh pemimpin nasionalis sekuler.
Seakan akan Kemerdekaan bangsa ini adalah hasil perjuangan dari kaum nasionalis sekuler dan cenderung kekiri kirian (sosialis). Padahal kemerdekaan bangsa ini yang bersifat nasionalitas dipelopori oleh umat Islam dan disambut (ada peran) kaum nasionalisme dan komunisme didalamnya:
1.    Diawali dengan Kebangkitan Kesadaran Berbangsa yang dipelopori oleh H.Samanhudi dengan SDI-nya. Dari sana lahirlah gerakan gerakan nasional
2.    Hadirnya kader SI,  HOS Tjokroaminoto, yang menjadi guru bangsa, guru politiknya Soekarno (nasionalisme), Samaun, Aalimin, Darsono, Muso (komunisme) dan SM Kartosuwiryo (Islamisme). Melalui murid murid politiknya, HOS Tjokroaminoto meniupkan angin cita-cita luhur kemerdekaan Bangsa Indonesia dari imperialisme (penjajahan)
3.    Program Azaz SI (tahun 1916) adalah KEMERDEKAAN BANGSA DAN KEMERDEKAAN ISLAM … Dan tahun 1917 dengan Pan Islamisme-nya adalah Kemerdekaan Bangsa, Kemerdekaan Islam dan Kemerdekaan Dunia Islam.
Kemerdekaan Bangsa, sejak awal sudah menjadi program perjuangan ummat Islam
4.    Pada masa penjajahan Jepang tercetuslah perlawanan fisik oleh KH Zaenal Mustafa – Pesantren Sukamanah Singaparna yang menuntut KEMERDEKAAN berdasar agama Islam. Kemudian diikuti oleh Pesantren lohbener- Indramayu dengan tuntutan yang sama.
Dampaknya tanggal 7 September 1944, Perdana Menteri Jepang menjanjikan kemerdekaan.
Dan didesak pula oleh perlawanan tentara tentara PETA yang berbendera BULAN BINTANG-MATAHARI di Blitar, Cilacap dan Pangalengan dengan tuntutan Jepang merealisasikan janjinya memberi kemerdekaan
5.    BPUPKI sebagai badan perumus negara Indonesia merdeka, dibentuk Jepang agar anak bangsa ini dapat merealisasikan kemerdekaannya.
Dan hasilnya adalah Piagam Jakarta dengan :
“Negara berdasar Ketuhanan , dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk pemeluknya”.Dan Piagam Jakarta ini harus dijadikan teks resmi PROKLAMASI.

Namun diujung jalan kemerdekaan bangsa ini, Soekarno (Nasionalis sekuler) yang didorong pemuda pemuda sosialis memaksakan proklamasi dengan teks yang tidak resmi dan hanya ditandatangani oleh dua wakil dari nasionalis sekuler. Dan menafikan teks resmi proklamasi (Piagam Jakarta) yang ditandatangani oleh sembilan orang wakil dari nasionalis sekuler dan nasionalis islami.>

PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN INDONESIA MELALUI DIPLOMASI

Image

Perjuangan Diplomasi

Perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan juga dilakukan di meja perundingan atau perjuangan diplomasi. Perjuangan diplomasi dilakukan, misalnya dengan mencari dukungan dunia internasional dan berunding langsung dengan Belanda.
A. Mencari dukungan internasional
Perjuangan mencari dukungan internasional lewat PBB dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Tindakan langsung dilakukan dengan mengemukakan masalah Indonesia di hadapan sidang Dewan Keamanan PBB. Tindakan tidak langsung dilakukan melalui pendekatan dan hubungan baik dengan negara-negara yang akan mendukung Indonesia dalam sidang-sidang PBB. Negara-negara yang mendukung Indonesia antara lain sebagai berikut.
Australia
Australia bersedia menjadi anggota Komisi Tiga Negara. Australia juga mendesak Belanda agar menghentikan operasi militernya di Indonesia. Australia berperan dalam membentuk opini dunia internasional untuk mendukung Indonesia dalam sidang Dewan Keamanan PBB.
India
India merupakan salah satu negara yang mengakui kedaulatan Indonesia dalam forum internasional. India juga mempelopori Konferensi Inter-Asia untuk mengumpulkan dukungan bagi Indonesia. Konferensi Inter-Asia dilaksanakan pada tahun 1949.
Negara-negara Liga Arab
Negara Mesir, Lebanon, Suriah, dan Saudi Arabia mengakui kedaulatan Indonesia. Pengakuan ini mempengaruhi pandangan internasional terhadap Indonesia.
 Negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB
Para tokoh politik Indonesia mengadakan pendekatan dengan negara-negara anggota Dewan Keamanan PBB. Pendekatan yang dilakukan Sutan Syahrir dan Haji Agus Salim dalam sidang Dewan Keamanan PBB pada bulan Agustus 1947 berhasil mempengaruhi negaranegara anggota Dewan Keamanan PBB untuk mendukung Indonesia.
B. Berunding dengan Belanda
Indonesia juga mengadakan perundingan langsung dengan Belanda. Berbagai perundingan yang pernah dilakukan untuk menyelesaikan konflik Indonesia- Belanda misalnya: Perundingan Linggarjati, Perjanjian Renville, Persetujuan Roem-Royen, Konferensi Inter-Indonesia, dan Konferensi Meja Bundar.
a. Permulaan perundingan-perundingan dengan Belanda (10 Februari 1946)
Panglima AFNEI (Letnan Jenderal Christison) memprakarsai pertemuan Pemerintah RI dengan Belanda untuk menyelesaikan pertikaian Belanda dan RI. Serangkaian perundingan pendahuluan di lakukan. Archibald Clark Kerr dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai penengah. Perundingan dimulai pada tanggal 10 Februari 1946. Pada awal perundingan, H.J. van Mook menyampaikan pernyataan politik pemerintah Belanda. Kemudian pada tanggal 12 Maret 1946, pemerintah Republik Indonesia menyampaikan pernyataan balasan.
b. Perundingan di Hooge Veluwe (14–25 April 1946)
Setelah beberapa kali diadakan pertemuan pendahuluan, diselenggarakanlah perundingan resmi antara pemerintah Belanda dengan Pemerintah RI untuk menyelesaikan konflik. Perundingan dilakukan di Hooge Veluwe negeri Belanda pada tanggal 14 – 25 April 1946. Perundingan mengalami kegagalan.
c. Perundingan gencatan senjata (20–30 September 1946)
Banyaknya insiden pertempuran antara pejuang Indonesia dengan pasukan Sekutu dan Belanda mendorong diadakannya perundingan gencatan senjata. Perundingan diikuti wakil dari Indonesia,Sekutu, dan Belanda. Perundingan dilaksanakan dari tanggal 20 – 30 September 1946. Perundingan tidak mencapai hasil yang diinginkan.
d. Perundingan RI dan Belanda (7 Oktober 1946)
Lord Killearn berhasil membawa wakil-wakil Pemerintah Indonesia dan Belanda ke meja perundingan. Perundingan berlangsung di rumah Konsul Jenderal Inggris di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 1946. Delegasi Indonesia diketuai Perdana Menteri Sutan Syahrir. Delegasi Belanda diketuai oleh Prof. Schermerhorn. Dalam perundingan tersebut, masalah gencatan senjata yang gagal perundingan tanggal 30 September 1946 disetujui untuk dibicarakan lagi dalam tingkat panitia yang diketuai Lord Killearn.
Perundingan tingkat panitia menghasilkan persetujuan gencatan senjata sebagai berikut.
  • Gencatan senjata diadakan atas dasar kedudukan militer pada waktu itu dan atas dasar kekuatan militer Sekutu serta Indonesia.
  • Dibentuk sebuah Komisi Bersama Gencatan Senjata untuk masalah-masalah teknis pelaksanaan gencatan senjata.
Di bidang politik, delegasi Pemerintah Indonesia dan komisi umum Belanda sepakat untuk
menyelenggarakan perundingan politik “secepat mungkin”.
e. Perundingan Linggarjati (10 November 1946)
Sebagai kelanjutan perundingan-perundingan sebelumnya, sejak tanggal 10 November 1946 di Linggarjati di Cirebon, dilangsungkan perundingan antara Pemerintah RI dan komisi umum Belanda. Perundingan di Linggarjati dihadiri oleh beberapa tokoh juru runding, antara lain sebagai berikut:
  • Inggris, sebagai pihak penengah diwakili olehLord Killearn.
  • Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir (Ketua), Mohammad Roem (anggota), Mr. Susanto Tirtoprojo, S.H. (anggota), Dr. A.K Gani (anggota).
  • Belanda, diwakili Prof. Schermerhorn (Ketua), De Boer (anggota), dan Van Pool (anggota).
Perundingan di Linggarjati tersebut menghasilkan keputusan yang disebut perjanjian Linggarjati. Berikut ini adalah isi Perjanjian Linggarjati.
  • Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Belanda sudah harusmeninggalkan daerah de facto paling lambat pada tanggal 1 Januari 1949.
  • Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk negara Serikat dengan nama RIS. Negara Indonesia Serikat akan terdiri dari RI, Kalimantan dan Timur Besar. Pembentukan RIS akan diadakan sebelum tanggal 1 Januari 1949.
  • RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia- Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketua. Perjanjian Linggarjati ditandatangani oleh Belanda dan Indonesia pada tanggal 25 Maret 1947 dalam suatu upacara kenegaraan di Istana Negara Jakarta.
Perjanjian Linggarjati bagi Indonesia ada segi positif dan negatifnya.
  • Segi positifnya ialah adanya pengakuan de facto atas RI yang meliputi Jawa, Madura, dan Sumatera.
  • Segi negatifnya ialah bahwa wilayah RI dari Sabang sampai Merauke, yang seluas Hindia Belanda dulu tidak tercapai.
f. Melibatkan Komisi Tiga Negara
Pada tanggal 18 September 1947, Dewan Keamanan PBB membentuk sebuah Komisi Jasa Baik. Komisi ini kemudian terkenal dengan sebutan Komisi Tiga Negara. Anggota KTN terdiri dari Richard Kirby (wakil Australia), Paul van Zeeland (wakil Belgia), dan Frank Graham (wakil Amerika Serikat). Dalam pertemuannya pada tanggal 20 Oktober 1947, KTN memutuskan bahwa tugas KTN di Indonesia adalah untuk membantu menyelesaikan sengketa antara RI dan Belanda dengan cara damai. Pada tanggal 27 Oktober 1947, KTN tiba di Jakarta untuk memulai pekerjaannya.
g. Perjanjian Renville (8 Desember 1947 – 17 Januari 1948)
KTN berusaha mendekatkan RI dan Belanda untuk berunding. Atas usul KTN, perundingan dilakukandi tempat yang netral, yaitu di atas kapal pengangkut pasukan Angkatan Laut Amerika Serikat “USS Renville”. Oleh karena itu, perundingan tersebut dinamakan Perjanjian Renville.
Perjanjian Renville dimulai pada tanggal 8 Desember 1947. Hasil perundingan Renville disepakati dan ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948. Yang hadir pada perundingan di atas kapal Renville ialah sebagai berikut.
  • Frank Graham (ketua), Paul van Zeeland (anggota), dan Richard Kirby (anggota) sebagai mediator dari PBB.
  • Delegasi Indonesia Republik Indonesia diwakili oleh Amir Syarifuddin (ketua), Ali Sastroamidjojo (anggota), Haji Agus Salim (anggota), Dr. J. Leimena (anggota), Dr. Coa Tik Ien (anggota), dan Nasrun (anggota).
  • Delegasi Belanda Belanda diwakili oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo (ketua), Mr. H.A.L. van Vredenburgh (anggota), Dr. P. J. Koets (anggota), dan Mr. Dr. Chr. Soumokil (anggota).
Perjanjian Renville menghasilkan beberapa keputusan sebagai berikut.
  • Penghentian tembak-menembak.
  • Daerah-daerah di belakang garis van Mook harus dikosongkan dari pasukan RI.
  • Belanda bebas membentuk negara-negara federal di daerah-daerah yang didudukinya dengan melalui plebisit terlebih dahulu.
  • Membentuk Uni Indonesia-Belanda. Negara Indonesia Serikat yang ada di dalamnya sederajat dengan Kerajaan Belanda. Persetujuan Renville ditandatangani oleh Amir Syarifuddin (Indonesia) dan Abdulkadir Wijoyoatmojo (Belanda).
Perjanjian ini semakin mempersulit posisi Indonesia karena wilayah RI semakin sempit. Kesulitan itu bertambah setelah Belanda melakukan blockade ekonomi terhadap Indonesia.
Itulah sebabnya hasil Perjanjian Renville mengundang reaksi keras, baik dari kalangan partai
politik maupun TNI.
  • Bagi kalangan partai politik, hasil perundingan itu memperlihatkan kekalahan perjuangan diplomasi.
  • Bagi TNI, hasil perundingan itu mengakibatkan harus ditinggalkannya sejumlah wilayah pertahanan yang telah susah payah dibangun.
h. Resolusi DK PBB (28 Januari 1949)
Berkaitan dengan agresi militer Belanda II, pada tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan sebuah resolusi. Isi dari resolusi itu ialah sebagai berikut.
  • Belanda harus menghentikan semua operasi militer dan pihak Republik Indonesia diminta untuk menghentikan aktivitas gerilya. Kedua pihak harus bekerja sama untuk mengadakan perdamaian kembali.
  • Pembebasan dengan segera dan tidak bersyarat semua tahanan politik dalam daerah RI oleh Belanda sejak 19 Desember 1948.
  • Belanda harus memberikan kesempatan kepada  pemimpin RI untuk kembali ke Yogyakarta dengan segera. Kekuasaan RI di daerah-daerah RI menurut batas-batas Persetujuan Renville dikembalikan kepada RI.
  • Perundingan-perundingan akan dilakukan dalam waktu yang secepat-cepatnya dengan dasar Persetujuan Linggarjati, Persetujuan Renville, dan berdasarkan pembentukan suatu Pemerintah Interim Federal paling lambat tanggal 15 Maret 1949. Pemilihan Dewan Pembuat Undang Undang Dasar Negara Indonesia Serikat selambat-lambatnya pada tanggal 1 Juli 1949.
  • Komisi Jasa-jasa Baik (KTN) berganti nama menjadi Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Indonesia (United Nation for Indonesia atau UNCI). UNCI bertugas untuk: membantu melancarkan perundinganperundingan untuk mengurus pengembalian kekuasaan pemerintah RI, mengamati pemilihan, mengajukan usul mengenai berbagai hal yang dapat membantu tercapainya penyelesaian.
i. Perjanjian Roem-Royen (17 April – 7 Mei 1949)
Sejalan dengan perlawanan gerilya di Jawa dan Sumatra yang semakin meluas, usaha-usaha di bidang diplomasi berjalan terus. UNCI mengadakan perundingan dengan pemimpin-pemimpin RI di Bangka. Sementara itu, Dewan Keamanan PBB pada tanggal 23 Maret 1949 memerintahkan UNCI untuk membantu pelaksanaan resolusi DK PBB pada tanggal 28 Januari 1949. UNCI berhasil membawa Indonesia dan Belanda ke meja perundingan. Pada tanggal 17 April 1949 dimulailah perundingan pendahuluan di Jakarta. Delegasi Indonesia dipimpin Mr. Mohammad Roem. Delegasi Belanda dipimpin Dr. van Royen. Pertemuan dipimpin Merle Cohran dari UNCI yang berasal dari Amerika Serikat. Akhirnya pada tanggal 7 Mei 1949 tercapai persetujuan. Persetujuan itu dikenal dengan nama “Roem-Royen Statement”. Dalam perundingan ini, setiap delegasi mengeluarkan pernyataan sendiri-sendiri. Pernyataan delegasi Indonesia antara lain sebagai berikut.
  • Soekarno dan Hatta dikembalikan ke Yogyakarta.
  • Kesediaan mengadakan penghentian tembakmenembak.
  • Kesediaan mengikuti Konferensi Meja Bundar setelah pengembalian Pemerintah RI ke Yogyakarta.
  • Bersedia bekerja sama dalam memulihkan perdamaian dan tertib hukum.
Sedangkan pernyataan dari pihak Belanda adalah sebagai berikut.
  • Menghentikan gerakan militer dan membebaskan tahanan politik.
  • Menyetujui kembalinya Pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta.
  • Menyetujui Republik Indonesia sebagai bagian dari negara Indonesia Serikat.
  • Berusaha menyelenggarakan Konferensi Meja Bundar.
Pada tanggal 6 Juli 1949, Soekarno dan Hatta dikembalikan ke Yogyakarta. Pengembalian Yogyakarta ke tangan Republik Indonesia diikuti dengan penarikan mundur tentara Belanda dari Yogyakarta. Tentara Belanda berhasil menduduki Yogyakarta sejak tanggal 19 Desember 1948 – 6 Juli 1949.
j. Konferensi Inter-Indonesia (19 -22 Juli 1949 dan 31 Juli – 2 Agustus 1949)
Sebelum Konferensi Meja Bundar berlangsung, dilakukan pendekatan dan koordinasi dengan negara- negara bagian (BFO) terutama berkaitan dengan pembentukan Republik Indonesia Serikat. Konferensi Inter-Indonesia ini penting untuk menciptakan kesamaan pandangan menghadapi Belanda dalam KMB. Konferensi diadakan setelah para pemimpin RI kembali ke Yogyakarta. Konferensi Inter-Indonesia I diadakan di Yogyakarta pada tanggal 19 – 22 Juli 1949. Konferensi Inter-Indonesia I dipimpin Mohammad Hatta. Konferensi Inter-Indonesia II diadakan di Jakarta pada tanggal 30 Juli – 2 Agustus 1949. Konferensi Inter-Indonesia II dipimpin oleh Sultan Hamid (Ketua BFO). Pembicaraan dalam Konferensi Inter-Indonesia hampir semuanya difokuskan pada masalah pembentukan RIS, antara lain:
  1. masalah tata susunan dan hak Pemerintah RIS,
  2. kerja sama antara RIS dan Belanda dalam Perserikatan Uni.
Hasil positif Konferensi Inter-Indonesia adalah disepakatinya beberapa hal berikut ini.
  1. Negara Indonesia Serikat yang nantinya akan dibentuk di Indonesia bernama Republik Indonesia Serikat (RIS).
  2. Bendera kebangsaan adalah Merah Putih.
  3. Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya.
  4. Hari 17 Agustus adalah Hari Nasional.
Dalam bidang militer, Konferensi Inter-Indonesia memutuskan hal-hal berikut.
  1. Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah Angkatan Perang Nasional.
  2. TNI menjadi inti APRIS dan akan menerima orang-orang Indonesia yang ada dalam KNIL dan kesatuan-kesatuan tentara Belanda lain dengan syarat-syarat yang akan ditentukan lebih lanjut.
  3. Pertahanan negara adalah semata-mata hak Pemerintah RIS, negara-negara bagian tidak mempunyai angkatan perang sendiri.
Kesepakatan tersebut mempunyai arti penting sebab perpecahan yang telah dilakukan oleh Belanda sebelumnya, melalui bentuk-bentuk negara bagian telah dihapuskan. Kesepakatan ini juga merupakan bekal yang sangat berharga dalam menghadapi Belanda dalam perundingan-perundingan yang akan diadakan kemudian. Pada tanggal 1 Agustus 1949, pihak Republik Indonesia dan Belanda mencapai persetujuan penghentian tembak-menembak yang akan mulai berlaku di Jawa pada tanggal 11 Agustus dan di Sumatera pada tanggal 15 Agustus. Tercapainya kesepakatan tersebut memungkinkan terselenggaranya Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda.
k. Konferensi Meja Bundar (23 Agustus 1949 – 2 November 1949)
Konferensi Meja Bundar (KMB) diadakan di Ridderzaal, Den Haag, Belanda. Konferensi dibuka pada tanggal 23 Agustus 1949 dan dihadiri oleh:
  • Delegasi Republik Indonesia dipimpin Mohammad Hatta,
  • Delegasi BFO dipimpin Sultan Hamid,
  • Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin J. H. van Maarseveen, dan
  • UNCI diketuai oleh Chritchley.
Konferensi Meja Bundar dipimpin oleh Perdana Menteri Belanda, W. Drees. Konferensi berlangsung dari tanggal 23 Agustus sampai dengan 2 November 1949. Dalam konferensi dibentuk tiga komisi, yaitu: Komisi Ketatanegaraan, Komisi Keuangan, dan Komisi Militer. Kesulitan-kesulitan yang muncul dalam perundingan adalah:
  • dari Komisi Ketatanegaraan menyangkut pembahasan mengenai Irian Jaya,
  • dari Komisi Keuangan menyangkut pembicaraan mengenai masalah utang.
Belanda menuntut agar Indonesia mengakui utang terhadap Belanda yang dilakukan sampai tahun 1949. Dalam bidang militer, tanpa ada kesulitan siding menyepakati inti angkatan perang dalam bentuk Indonesia Serikat adalah Tentara Nasional Indonesia (TNI). Setelah penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat, KNIL (tentara Belanda di Indonesia) akan dilebur ke dalam TNI. KMB dapat menghasilkan beberapa persetujuan. Berikut ini adalah beberapa hasil dari KMB di Den Haag:
  • Belanda menyerahkan kedaulatan atas Indonesia sepenuhnya dan tanpa syarat kepada RIS.
  • Republik Indonesia Serikat (RIS) terdiri atas Republik Indonesia dan 15 negara federal. Corak pemerintahan RIS diatus menurut konstitusi yang dibuat oleh delegasi RI dan BFO selama Konferensi Meja Bundar berlangsung.
  • Melaksanakan penyerahan kedaulatan selambat- lambatnya tanggal 30 Desember 1949.
  • Masalah Irian Jaya akan diselesaikan dalam waktu setahun sesudah pengakuan kedaulatan.
  • Kerajaan Belanda dan RIS akan membentuk Uni Indonesia-Belanda. Uni ini merupakan badan konstitusi bersama untuk menyelesaikan kepentingan umum.
  • Menarik mundur pasukan Belanda dari Indonesia dan membubarkan KNIL. Anggota KNIL boleh masuk ke dalam APRIS.
  • RIS harus membayar segala utang Belanda yang diperbuatnya semenjak tahun 1942.
C. Pengakuan Kedaulatan
Upacara penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan dilakukan pada waktu yang bersamaan di Indonesia dan di negeri Belanda, yaitu pada tanggal 27 Desember 1949. Di negeri Belanda, penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan dilaksanakan di ruang takhta Istana Kerajaan Belanda. Ratu JulianaP.M. Dr. Willem DreesMenteri Seberang Lautan Mr. A.M.J.A. Sassen, dan Mohammad Hatta membubuhkan tanda tangan pada naskah pengakuan kedaulatan. Sementara itu, di Jakarta, Sultan Hamengkubuwono IX dan A.H.J. Lovink (Wakil Tinggi Mahkota) membubuhkan tanda tangan pada naskah pengakuan kedaulatan. Pada tanggal yang sama, di Yogyakarta dilakukan penyerahan kedaulatan dari Republik Indonesia kepada Republik Indonesia Serikat.

Benarkah Indonesia Dijajah 350 Tahun Oleh Belanda?

Selama ini yang kita ketahui, Negara kita, Indonesia, dijajah oleh Negara Belanda, dalam kurun waktu, selama 350 tahun. Namun, apakah benar selama itu Indonesia dijajah oleh Belanda?

Kebenaran Suatu Sejarah
Akhir-akhir ini, sejarah Indonesia yang diragukan kebenarannya, sudah banyak dibahas dan diceritakan kembali dengan versi yang berbeda. Setelah tumbangnya era/rezim Soeharto, sebut saja seperti misalnya sejarah tentang G-30 september, supersemar, serangan umum satu maret, dan banyak lagi dari sejarah Indonesia, telah diteliti, ditulis, diterbitkan kembali dengan “alur cerita” yang berbeda pula.
Sudah menjadi rahasia “umum” kebenaran suatu sejarah seringkali dipergunakan oleh kekuatan atau rezim yang berkuasa untuk kepentingan tertentu dan akhirnya dapat “disalahgunakan”. Adakalanya memang pemanfaatan itu ditujukan untuk kepentingan baik bersama, suatu kelompok, organisasi, atau bahkan suatu perjuangan (pada waktu itu), tetapi kalau setelahnya kebenaran sejarah itu coba diteliti kembali adalah merupakan upaya sederhana untuk meluruskan sejarah demi perkembangan ilmu pendidikan dan informasi.
Penulis sendiri bukanlah seorang mahasiswa/dosen sejarah ataupun seorang sejarahwan. Penulis seperti banyak dari pembaca umumnya, pernah memang belajar sejarah semenjak duduk di sekolah dasar di Indonesia. Dalam hal ini, penulis sendiri lebih suka menamakan dirinya sebagai peselancar di dunia maya yang suka berimajinasi bebas. Hal ini juga bisa pembaca simpulkan sendiri nantinya dari hasil membaca/menelusuri tulisan ini selanjutnya.
Tulisan sederhana ini adalah rangkaian kumpulan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber di internet, dibarengi dengan imaginasi/khayalan penulis sendiri, jadi bukanlah suatu studi tentang sejarah ataupun penelitian detail dan mendalam, tentang suatu dokumen sejarah. Anggap saja tulisan yang disajikan selanjutnya adalah merupakan wacana awal (stimulasi) untuk membangun suatu cerita utuh akan kebenaran sepenggal suatu sejarah.
Walaupun begitu, penulis sendiri yakin, bahwa informasi yang penulis dapatkan di internet dan disajikan nantinya disini, adalah informasi yang dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya.
Untuk selanjutnya, penulis berusaha mengajak teman/kawan/pembaca agar lebih jernih kembali melihat apakah yang dimaksudkan dengan imperialisme (penjajahan) itu, dan bagaimana prakteknya baik dulu maupun sekarang ini di dunia yang super modern ini. Penulis juga mengajak untuk lebih teliti dalam membaca (penggalan) informasi dan (penggalan) sejarah dan mengajak untuk tidak cepat menelan bulat-bulat suatu pidato/ceramah dari mana saja, terutama dari pemerintah (baca : lebih kritis).
350 Tahun Penjajahan Belanda
Penjajahan (imperialisme) adalah kebijakan memperluas kontrol atau kekuasaan terhadap suatu wilayah/badan/negara/kerajaan asing (yang terjajah), sebagai alat akuisisi dan/atau pemeliharaan oleh kerajaaan, atau suatu negara (superior/penjajah), baik secara langsung melalui penaklukan teritorial, atau tidak langsung melalui metode pelaksanaan kontrol di bidang politik dan/atau perekonomian suatu kerajaan/negara/pemerintah.
Sejarah yang pernah kita terima dulu di sekolah mengatakan jelas, bahwa negara Indonesia (Nusantara) dijajah oleh negara Belanda selama 350 tahun. Kalau mengurut dari tahun kemerdekaan RI, 1945, maka artinya negara Belanda telah menjajah negara Indonesia sejak tahun 1595 (1945 dikurangi 350).
Untuk menjawab apakah benar sejarah yang mengatakan selama itu negara Indonesia dijajah oleh negara Belanda, ada baiknya, kita intip-intip perjalanan sejarah ke belakang, kira-kira, apakah yang terjadi di tahun itu (sebelum, sesaat dan sesudahnya), baik di Belanda sendiri maupun di Indonesia. Secara singkat dan ringkasnya akan disampaikan berikut ini.
Periode (Sebelum) VOC
Republik Tujuh Negara Bagian Nederlanden (Periode 1588-1795)
Belanda sendiri sebelumnya adalah bagian dari Kerajaan Spanyol, atau disebut dengan wilayah Habsburgse Nederlanden yang terdiri dari 17 provinsi yang berpusat di Brussel, dan dikoordinasi oleh seorang staten-general (semacam gubernur jendral). Setiap provinsi sendiri dipimpin oleh seorang gubernur (staat houder), walau ada beberapa provinsi dipimpin oleh satu orang gubernur.
Latar belakang pembentukan Republik tujuh negara bagian Nederlanden (selanjutnya disebut Republik Belanda) ini sendiri adalah disebabkan terjadinya perang 80 tahun (1568-1648), antara Kerajaan Spanyol (Filips II), dan tujuh provinsi, dari 17 provinsi wilayah Habsburgse Nederlanden yang ingin memisahkan diri dari kerajaan Spanyol. Perjuangan ini dipimpin dan dimotori oleh Willem van Oranje, gubernur dari provinsi Holland, Zeeland, dan Utrecht.
Perang itu sendiri terjadi, karena gubernur jendral kerajaan Spanyol, Fernando Alvarez de Toledo, memberlakukan sistem perpajakan (Tiende Penning) yang sangat memberatkan ke-17 provinsi dibawah kuasanya. Tujuh dari ke-17 provinsinya merasa tidak senang akan pemberlakuan kebijaksanaan ini, dan memutuskan untuk memberontak yang diikuti dengan aksi perang memisahkan diri. Walau perang ini sendiri berlangsung 80 tahun lamanya, tetapi hubungan diplomatik antara pihak bertikai terputus selama 12 tahun setelahnya.
Setelahnya perang usai (80 tahun), sejarah Eropa juga mencatat, bahwa sepanjang perjalanan Republik Belanda ini berdiri, Republik ini masih beperang dengan beberapa negara (daerah) tetangganya, seperti data dibawah ini :
1. Inggris : 1652-1654; 1665-1667
2. Perancis : 1672-1678; Inggris, Munster, dan Koln : 1672-1674
3. Perancis : 1688-1697
4. Spanyol : 1701-1714
5. Austria : 1740-1748
6. Inggris : 1780-1784
Sementara itu, di abad 15-16, perdagangan rempah-rempah di Eropa sangat dikuasai oleh bangsa Portugis dan Spanyol (bersatu). Republik Belanda yang berperang dengan Spanyol harus mencari dan menghidupi sendiri kebutuhannya akan rempah-rempah itu.
Akhirnya, ketiga pedagang Belanda, Jan Huyghen van Linschoten dan Cornelis de Houtman, menemukan “jalur rahasia” pelayaran Portugis, yang membawa pelayaran pertama Cornelis de Houtman ke Banten, pelabuhan utama di Jawa pada tahun 1595-1597.
Pada tahun 1596 empat kapal ekspedisi dipimpin oleh Cornelis de Houtman, berlayar menuju kepulauan Nusantara (Indonesia), dan merupakan kontak pertama Indonesia dengan Belanda. Ekspedisi ini mencapai Banten, pelabuhan lada utama di Jawa Barat, disini mereka terlibat dalam perseteruan dengan orang Portugis dan penduduk lokal.
Houtman berlayar lagi ke arah timur melalui pantai utara Jawa. Mereka sempat diserang oleh penduduk lokal di Sedayu, berakibat pada kehilangan 12 orang awak kapal. Mereka juga terlibat perseteruan dengan penduduk lokal di Madura menyebabkan terbunuhnya seorang pimpinan lokal.
Setelah kehilangan separuh awak kapal maka pada tahun 1597, barulah mereka memutuskan untuk kembali ke Republik Belanda namun rempah-rempah yang dibawa cukup untuk menghasilkan keuntungan. 
VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), 1602-1798
Apakah VOC ini? Sejarah jelas mencatat, bahwa VOC adalah suatu perusahaan dagang. Walaupun banyak memiliki hak istimewa dari pemerintah Republik Belanda pada saat itu, VOC bukanlah suatu negara ataupun pemerintah.
VOC itu sendiri baru dibentuk pada tanggal 20 maret 1602. Alasan pembentukan perusahaan ini murni, karena persaingan perdagangan dengan perusahaan lain dari negara negara lain, baik dari negara yang sedang bertikai/perang, ataupun tidak. Sebut saja, seperti contohnya perusahaan The Britisch East India Company yang didirikan tahun 31 Desember 1600, berpusat di Kalkuta, India.
VOC adalah perusahaan multinasional pertama di dunia. VOC juga adalah perusahaan pertama di dunia, yang mengeluarkan saham/stock. VOC disebut sebagai perusahaan multinasional, karena VOC sendiri adalah gabungan dari ke-12 perusahaan nasional yang telah berdiri sebelumnya di Republik Belanda pada saat itu, yaitu : Compagnie van Verre, de Nieuwe Compagnie, de Oude Compagnie, de Nieuwe Brabantse Compagnie, de Verenigde Compagnie Amsterdam, de Magelaanse Compagnie, de Rotterdamse Compagnie, de Compagnie van De Moucheron, de Delftse Vennootschap, de Veerse Compagnie, de Middelburgse Compagnie en de Verenigde Zeeuwse Compagnie.
Ke-12 perusahaan itu adalah perusahaan perdagangan pelayaran yang saling bersaing satu sama lainnya. Mengingat situasi di Republik Belanda yang sulit pada masa itu karena selain berperang melawan Spanyol, dan juga adanya persaingan perdagangan dari negara/kerajaan lainnya, maka diadakanlah pertemuan para seluruh pedagang/pemegang saham/pemilik ke-12 perusahaan di atas, untuk menyatukan ide dalam pembentukan satu perusahaan multinasional, yaitu VOC.
VOC bisa besar dan jaya begitu, memang bukan tanpa-dukungan pemerintahnya sendiri pada waktu itu (anyway, semua perusahaan sekarang ini di dunia ini juga, mendapat dukungan dari pemerintahnya sendiri, tolong cmiiw). Bagaimanakah bentuk dukungan pemerintah Republik pada waktu itu, yang dituangkan dalam Octrooi (piagam Charta), seperti misalnya :
1. Hak monopoli berdagang selama 21 tahun
Pada waktu itu, manusia belum mengenal istilah UU-anti monopoli ataupun UU-anti kartel. Di era yang super modern begini saja, manusia masih melakukan praktek semacam monopoli begini, lihat saja seperti misalnya kartel minyak OPEC, atau monopoli perusahaan negara dengan alasan kepentingan khalayak/rakyat banyak, dsb.
2. Hak memiliki serdadu/prajurit
Hal ini wajar saja, selain karena alasan keselamatan dalam pelayaran terhadap para perompak laut, juga karena memang waktu itu situasi di Eropa dalam berperang dan bergejolak. Setiap kapal yang berlayar dilengkapi dengan perlengkapan perang dan serdadu untuk menjaga kemungkinan perang, apabila bertemu dengan kapal dari negara yang sedang lagi bertikai misalnya.
Di era yang super modern ini, juga sering kita temukan perusahaan menggunakan serdadu yang dilengkapai alat perang untuk mengamankan “daerah” usahanya. Untuk ini, cobalah pembaca bandingkan sendiri dengan Freeport misalnya, yang “memiliki” serdadu sewaan baik dari POLRI maupun ABRI.
3. Hak menyatakan perang
VOC atas nama Gubernur Jendral, bisa mengumumkan/melaksanakan perang, membangun benteng pertahanan yang awalnya memang dilatarbelakangi murni karena situasi pada saat itu yang lagi berperang atau bertikai dengan bangsa Spanyol-Portugis. Itu kenapa di Indonesia banyak sekali peninggalan sejarah benteng-benteng pertahanan VOC yang dilengkapi meriam.
Di era sekarang ini, perusahaan multinational bisa melakukan hal yang sama walau caranya agak berbeda tentunya. Suatu perusahaan multinational dapat mempengaruhi pemerintahnya sendiri, untuk “menekan” pemerintah lain ditempat usahanya.
Lalu coba lihat seperti apa pagar pengaman perusahaan multinasional asing yang ada di Indonesia, walau tanpa meriam, tembok besar, tinggi, dan disertai kawat-kawat berduri, bahkan lebih “seram” dari benteng peninggalan sejarah VOC itu sendiri.
Tahun 1603, VOC baru memperoleh izin di Banten untuk mendirikin usahanya di kepulauan Nusantara. Di tahun 1605, bekerjasama dengan penduduk HITU (Maluku) mengusir bangsa Portugis dari Maluku. Penduduk HITU pada waktu itu tidak menyenangi bangsa Portugis. Atas kerjasama ini, VOC mendapatkan izinnya untuk mengadakan perdagangan monopoli cengkeh di daerah Maluku.
Dalam perjalanannya VOC di kepulauan Nusantara, VOC berusaha berdagang dan mengadakan perjanjian perdagangan dengan kerajaan-kerajaaan lokal di Nusantara, tentunya disertai persaingan dengan bangsa bangsa Eropa lainnya yang ada di Nusantara, seperti : Portugis, Inggris, dan Spanyol, bahkan juga pedagang China.
Persaingan dagang antar bangsa Eropa di Nusantara juga disertai perang satu sama lainnya. Mereka berkomplot/beraliansi dengan kerajaan lokal (Nusantara), mengadakan permusuhan dan pertikaian satu sama lainnya.
Kepulauan Nusantara sendiri baik sebelum dan awal masuknya VOC (dan setelahnya), terdiri dari kerajaan-kerajaan yang terpecah-pecah, tidak bersatu, dan saling bersaing (berperang) satu sama lainnya. Setelah era kejayaan kerajaan Majapahit, kepulauan Nusantara (mulai dari kerajaan Atjeh di pulau Sumatera, sampai ke Timur kerajaan Flores, Ternate, dan Tidore) terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil yang berkuasa dan terpecah-belah.
Kerajaan-kerajaan yang terpecah-pecah ini bukanlah hasil politik dan kebijakan VOC dalam menjalankan usaha dagangnya di Nusantara, atau bahkan bukan pula hasil dari politik divide et impera yang tersohor itu. Bahkan kerajaan lokal (Nusantara) sendiri juga memanfaatkan kekuatan asing (bangsa Eropa), dalam mengusir pedagang asing di daerahnya, atau bahkan untuk tujuan memperluas daerah kerajaannya sendiri.
Sebagai perusahaan dagang yang dimiliki pemilik modal, VOC sendiri pertama kalinya baru membagikan dividennya di tahun 1610-1611. VOC mengalami kebangkrutan pada 17 maret 1798, akibat banyak penyakit korupsi di tubuhnya.
Sebelumnya di tahun 1795, setelah Revolusi di Perancis, Napoleon bersama tentaranya, memasuki dan menduduki Republik Belanda itu sendiri, yang berarti Republik Belanda, berada dibawah kekuasaan Perancis. 
Periode Setelah VOC
Pendudukan Perancis, 1795-1815
Pada periode ini Republik Belanda sendiri mengalami beberapa kali perubahan nama dan pemerintahan; pada periode tahun 1795-1801, Republik Belanda berubah menjadi Republik Batavia, dibawah pengaruh kekuasaan Perancis (de facto); lalu pada periode 1801-1806 berubah menjadi Bataafs Gemenebest, kota/daerah koloni Republik Perancis (de facto dan de jure); setelah itu pada periode 1806-1810 menjadi kerajaan Holland, masih dibawah pendudukan/kekuasaan Perancis.
Pada periode ini kepala pemerintahan sendiri adalah seorang raja yang diangkat Napoleon, yaitu Lodewijk Napoleon Banaparte (adik kandung Napoleon sendiri); akhirnya pada periode 1810-1815, wilayah Republik Belanda sendiri adalah bagian wilayah kekaisaran Perancis.
Pada saat VOC bangkrut, 1798, kerajaan Belanda yang waktu itu sudah berubah menjadi Republik Batavia mengambil alih (menasionalisasi) perusahaan ini. Sejak saat itu, semua hutang dan aset VOC menjadi tanggung jawab pemerintah Republik Batavia.
Artinya juga adalah semua harta kekayaan yang ada di Nusantara adalah menjadi milik Republik Batavia, berhubung Republik Batavia pada saat itu akhirnya berada dibawah kekuasaan Perancis, artinya semua harta yang dimiliki di Nusantara juga dibawah penguasaan Perancis. Dari awal tahun 1800 inilah dikenal dengan istilah Nederlands-Indië, sebutan buat koloni Republik Batavia (Belanda) di kepulauan Nusantara.
Di tahun 1811, Inggris (yang waktu itu perang melawan Perancis), mengalahkan kekuatan Republik Batavia (bagian dari Kekaisaran Perancis) di kepulauan Nusantara, dan mengambil alih penguasaan harta dan kekayaan yang dimiliki Republik Batavia di Nusantara, serta menunjuk Thomas Raflles menjadi gubernur jendralnya, 1811-1816.
Baru setelah Perancis kalah perang (1814) dari Inggris, sesuai dengan perjanjian kongres Vienna (1815), Perancis menyerahkan kedaulatan wilayah Belanda kembali ke orang Belanda sendiri. Sesuai dengan hasil kongres Vienna itu, Republik Batavia pun dirubah bentuk menjadi bentuk Kerajaan Belanda (United Kingdom of the Nederlands) yang beranggotakan beberapa negara dan wilayah otonomi, seperti Kerajaan Belanda sekarang ini, Belgia yang sekarang ini (sampai tahun 1830), dan sebagaian wilayah Luxemburg yang sekarang ini (atau sering kita kenal dengan istilah BeNeLux).
Harta di kepulauan Nusantara yang tadinya dimiliki dan dikuasai oleh Inggris, juga diserahkan dari Inggris ke United Kingdom of the Nederlands, tahun 1816. Kembalinya harta dan kekayaan ini diikuti dengan pengiriman kekuatan militer besar besaran pada periode 1816-1820 dari United Kingdom of the Nederlands, ke kepulauan Nusantara.
Cultuurstelsel, 1825
Setelah mengalami perang dan revolusi, kerajaan United Kingdom of the Nederlands membutuhkan dana yang besar untuk membangun kembali wilayah, pemerintahan, ekonominya yang telah hancur. Oleh karena itu, gubernur jendral yang pada waktu itu, memerintah kepulauan Nusantara (Nederlands-Indië), Johannes van den Bosch mengusulkan suatu ide untuk “menguras” Jawa jadi mesin pencipta duit/uang (keuntungan), usulnya inilah dituang dalam Cultuurstelsel.
Petani Jawa dipaksa untuk menanam tanaman gula, kopi, dan nila di daerah 1/5 dari tanah miliknya. Petani memang mendapatkan upah buruh tani dari hasil tanamannya, dan bukan berbentuk keuntungan dari hasil penjualan produk pertaniannya. Tentunya upah buruh yang diperoleh petani, sangatlah kecil bila dibandingkan dengan sistem bagi hasil keuntungan.
Pemerintah kerajaan Belanda pada saat itu setuju, dan mendukung program ini (cultuurstelsel), serta menstimulasi pegawai pegawainya (ambtenaren) juga bupati pribumi (inheemse regenten), dengan memberikan persentase keuntungan penjualan produk-produk pertanian yang kebetulan pada waktu itu, adalah produk primadona dalam kegiatan export-import perdagangan.
Perbandingan yang sangat mencolok antara pemberian upah buruh kepada pekerja (sekalian pemilik lahan), dengan persentase pembagian hasil keuntungan kepada pegawai pemerintah dan bupati pribumi tentunya, menimbulkan perasaan rasa sakit hati, cemburu, dan berujung kemarahan ataupun pemberontakan. Sehingga dapat dimengerti, kalau selanjutnya dalam perjalanan sejarah akan timbul perlawanan dari rakyat pada saat itu (akibat ketidakadilan). 
Penutup dan Kesimpulan
Penulis tidak berusaha membahas apakah VOC adalah penjajah atau tidak? Dicatat dalam sumber sejarah, bahwa VOC adalah suatu perusahaan perdagangan yang dimiliki oleh para pemegang saham, beroperasi dan menjalankan usahanya secara monopoli. Didalam etika bisnis dijaman sekarang ini, tindakan monopoli adalah tindakan yang SALAH dan sangat “diharamkan”.
Kalaupun dalam praktik dagangnya, VOC banyak melanggar nilai-nilai kemanusiaan, penulis juga tidak berusaha membantah ini. Kalaupun bentuk aliansi dengan kerajaan-kerajaan lokal di kepulauan Nusantara untuk menaklukan dan menjajah kerajaan lokal lainnya dapat menyimpulkan, bahwa VOC adalah penjajah, penulis juga tidak berusaha menentang teori ini, silahkan pembaca menyimpulkan sendiri apakah VOC itu adalah penjajah atau bukan.
Penulis bisa menyimpulkan, bahwa orang Belanda memang benar sudah ada selama 350 tahun lamanya (dari sebelum merdeka) di kepulauan Nusantara, semenjak tahun 1596, empat kapal ekspedisi dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlayar menuju kepulauan Nusantara (Indonesia), dan merupakan kontak pertama Indonesia dengan Belanda.
Penulis juga bisa menyimpulkan, bahwa VOC itu adalah perusahaan dagang milik orang Belanda. VOC memang memiliki hak istimewa, tapi bukan (seperti) negara, lebih jauh VOC bukanlah pemerintah Republik Belanda ataupun pemerintah Kerajaan Belanda. Oleh karena itu, penulis dapat menyimpulkan, bahwa : penjajahan negara Belanda sendiri di kepulauan Nusantara baru dimulai dilakukan, kira-kira tahun 1816, tepatnya ketika harta VOC yang telah diambil alih oleh Republik Batavia, yang telah dikuasai oleh Inggris sebelumnya, dikembalikan ke United Kingdom of the Nederlands.