Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat awal, manusia Indonesia saat itu hidup sangat sulit karena keadaan alam masih belum stabil. Letusan gunung berapi masih sering terjadi, aliran sungai kadang-kadang berpindah sejalan dengan perubahan bentuk bumi. Karena sulitnya untuk mencari makanan, pertumbuhan populasi Manusia Indonesia sangat sedikit dan banyak yang meninggal dan akhirnya punah.
Manusia Indonesia pada zaman berburu dan mengumpulkan makanan selalu berpindah-pindah mencari daerah baru yang dapat memberikan makanan yang cukup. Pada umumnya mereka bergerak tidak terlalu jauh dari sungai- sungai, danau atau sumber-sumber air yang lain, karena binatang buruan selalu berkumpul di dekat sumber air. Di tempat-tempat yang demikian itu kelompok manusia praaksara menantikan binatang buruan mereka. Selain itu, sungai dan danau juga merupakan sumber makanan, karena terdapat banyak ikan di dalamnya. Lagi pula di sekitar sungai biasanya tanahnya subur dan ditumbuhi tanaman yang buahnya atau umbinya dapat dimakan. Di danau mencari ikan dan kerang, ada pula yang memilih daerah pedalaman. Tumpukan bekas makanan berupa kulit kerang banyak ditemukan di pantai atau di tepi sungai. Selain di sumber-sumber air, ada juga yang memilih gua-gua sebagai tempat sementara berdasarkan penemuan kerangka manusia yang dikuburkan, rupanya mereka sudah mengenal semacam sistem kepercayaan. Lama kelamaan kelompok manusia berburu dan mengumpulkan makanan menunjukkan tanda hidup menetap, suatu perkembangan ke arah masa bercocok tanam.
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjutan, mereka telah mulai lebih lama tinggal di suatu tempat. Ada kelompok-kelompok yang bertempat tinggal di daerah pantai, ada pula yang memilih tempat tinggal di daerah pedalaman. Mereka yang tinggal di daerah pantai makanan utamanya berupa kerang dan ikan laut. Bekas tempat tinggal mereka dapat ditemukan kembali, karena dijumpai sejumlah besar kulit-kulit kerang yang menyerupai bukit kulit kerang serta alat-alat yang mereka gunakan. Sisa-sisa makanan yang berupa timbunan atau gugusan kulit kerang itu, yang artinya sampah dapur. Ada pun sisa alat-alat yang ditemukan dalam gugusan kulit kerang antara lain berupa anak panah atau mata tombak yang berbentuk khusus untuk menangkap ikan.
Kelompok yang memilih bertempat tinggal di daerah pedalaman pada umumnya memilih tempat tinggal di tepian sungai-sungai. Selain dari binatang buruan, mereka juga hidup dari ikan di sungai. Kelompok yang bergerak lebih ke pedalaman lagi, sisa-sisa budayanya sering ditemukan di dalam gua-gua yag mereka singgahi dan untuk tempat tinggal sementara dalam pengembaraan mereka. Gua-gua ini letaknya pada lereng-lereng bukit yang cukup tinggi, sehingga untuk memasuki gua-gua itu diperlukan tangga-tangga yang dapat ditarik ke dalam gua, jika ada bahaya yang mengancam. Untuk menghadapi berbagai ancaman, manusia itu hidup berkelompok dan jumlahnya tidak terlalu banyak. Biasanya mereka berada agak lama di daerah yang mengandung cukup banyak bahan makanan, terutama umbi- umbian dan dedaunan, dekat sumber air, serta dekat dengan tempat-tempat mangkal binatang buruan. Mereka kemudian akan melakukan pengembaraan atau berpindah ke tempat lain. Di tempat sementara ini, kelompok berburu biasanya tersusun dari keluarga kecil dengan jumlah kurang lebih 20 sampai 50 orang. Tugas berburu binatang dilakukan oleh orang laki-laki sedangkan orang perempuan bertugas mengumpulkan makanan, mengurus anak, dan mengajari anaknya dalam meramu makanan. Ikatan kelompok pada masa ini sangat penting untuk mendukung berlangsungnya kegiatan bersama.
0 komentar:
Posting Komentar